Siswa Anda Pasif dalam Proses Belajar? Siswa anda tidak berani bertanya? Pertanyaan ini adalah masalah klasik dalam dunia pembelajaran di negeri ini yang sampai detik ini masih terjadi di banyak ruang-ruang kelas. Salah satu komponen penting dalam menstimulasi proses belajar secara aktif adalah komunikasi dalam proses belajar. Kegiatan belajar tidak akan berhasil jika siswa tidak melakukan komunikasi aktif baik dengan sesama pembelajar, dengan fasilitator atau dengan sumber belajar lainnya. Dalam hubungannya dengan komunikasi, sebagain besar pendekatan pembelajaran mensyaratkan komunikasi aktif sebagai faktor penting dalam pencapaian tujuan belajar. Menurut pendekatan kontekstual, untuk mencapai tujuan belajar terdapat tujuh komponen yang harus dilakukan pembelajar. Ketujuh komponen tersebut adalah kontruktivisme, inquiri, bertanya (questioning), masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya (Depdiknas, 2003).
Hampir semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan siswa, atau siswa dengan sumber belajar yang didatangkan di kelas. Aktivitas bertanya juga dijumpai ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, atau ketika siswa menemukan kesulitan dalam belajar (Depdiknas, 2003).
Model pembelajaran Cooperative learning juga menekankan pentingnya komunikasi dalam proses belajar. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kelompok adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kerjasama menjadi kebutuhan teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak ada individu, keluarga, masayarakat atau sekolah (Lie, 2002:27).
Roger dan David Johnson menjelaskan bahwa “untuk mencapai hasil maksimal pembelajaran kelompok harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) adanya saling ketergantungan positif; (2) adanya tanggungjawab perseorangan; (3) adanya komunikasi intensif antar anggota; (4) adanya tatap muka baik di dalam ataupun diluar kelas; (5) adanya proses evaluasi kelompok (Lie, 2005: 30).
Selanjutnya Roger dan David Johnson menjelaskan bahwa dalam pembelajaran kelompok, siswa harus dibekali keterampilan berkomunikasi sebab tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kesediaan siswa untuk saling bertanya, memberikan penjelasan, mendengarkan penjelasan, kemampuan mengutarakan pendapat dan kemampuan menghargai perbedaan pendapat. Keterampilan berkomunikasi dalam belajar membutuhkan proses yang panjang. Siswa tidak bisa diharapkan menjadi komunikator handal dalam waktu sekejab. Guru harus melatih siswa secara kontinyu untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dalam belajar (Roger dan David Johnson dalam Lie, 2005:34).
Hampir semua aktivitas belajar questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, guru dengan siswa, atau siswa dengan sumber belajar yang didatangkan di kelas. Aktivitas bertanya juga dijumpai ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, atau ketika siswa menemukan kesulitan dalam belajar (Depdiknas, 2003).
Model pembelajaran Cooperative learning juga menekankan pentingnya komunikasi dalam proses belajar. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kelompok adalah falsafah homo homini socius yang menegaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Kerjasama menjadi kebutuhan teramat penting bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak ada individu, keluarga, masayarakat atau sekolah (Lie, 2002:27).
Roger dan David Johnson menjelaskan bahwa “untuk mencapai hasil maksimal pembelajaran kelompok harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) adanya saling ketergantungan positif; (2) adanya tanggungjawab perseorangan; (3) adanya komunikasi intensif antar anggota; (4) adanya tatap muka baik di dalam ataupun diluar kelas; (5) adanya proses evaluasi kelompok (Lie, 2005: 30).
Selanjutnya Roger dan David Johnson menjelaskan bahwa dalam pembelajaran kelompok, siswa harus dibekali keterampilan berkomunikasi sebab tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan belajar kelompok bergantung pada kesediaan siswa untuk saling bertanya, memberikan penjelasan, mendengarkan penjelasan, kemampuan mengutarakan pendapat dan kemampuan menghargai perbedaan pendapat. Keterampilan berkomunikasi dalam belajar membutuhkan proses yang panjang. Siswa tidak bisa diharapkan menjadi komunikator handal dalam waktu sekejab. Guru harus melatih siswa secara kontinyu untuk meningkatkan keterampilan komunikasi dalam belajar (Roger dan David Johnson dalam Lie, 2005:34).
Salah satu cara melatih keterampilan berkomunikasi adalah dengan melatih siswa mengajukan pertanyaan, membuat pertanyaan, menjawab pertanyaan dan menyanggah pertanyaan dengan bahasa yang santun. Menurut (Benyamin S.Bloom, dalam Sunarko, 2003: 17) jenis pertanyaan digolongkan menjadi 6 jenis yaitu:
- Pertanyaan pengetahuan (recall question atau knowledge question), yaitu pertanyaan yang hanya menuntut jawaban yang bersifat hafalan atau ingatan siswa terhadap apa yang telah dipelajarinya. Kata-kata yang biasa digunakan adalah siapa, dimana, kapan dan sebutkan.
- Pertanyaan pemahaman (comprehension question), yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban berupa organisasi informasi yang pernah diterima siswa dengan kata-katanya sendiri atau menginterpretasikan atau membaca informasi yang dilukiskan melalui grafik, atau kurva dengan jalan membandingkan atau membeda-bedakan. Kata-kata yang biasa dipakai antara lain: jelaskan, bandingkan, uraikan, bagaimana.
- Pertanyaan penerapan (application question), yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban berupa penerapan pengetahuan, informasi, aturan-aturan atau kriteria. Kata-kata yang sering dipakai antara lain: urutkan, praktekkan, berikan contoh, tunjukkan.
- Pertanyaan analisis (analysis question), yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban dengan cara mengidentifikasi, mencari bukti-bukti, dan menarik kesimpulan.
- Pertanyaan sintetis (synthetis question), yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban bervariasi dan menghendaki siswa berkreasi mengembangkan potensi serta daya kreasinya.
- Pertanyaan evaluasi (evaluation question), yaitu pertanyaan yang menuntut siswa memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu masalah.
Teknik pembelajaran Question Student Have diperkenalkan oleh Lorna Curran (1994). Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Bagikan potongan-potongan kertas atau semacam kartu untuk menyusun pertanyaan
- Mintalah siswa untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang berkaitan dengan topik atau materi pelajaran
- Setelah semua selesai membuat pertanyaan, masing-masing siswa diminta untuk memberikan kepada teman disamping kirinya, terus memutar/menggeser sampai semua menerima pertanyaan.
- Masing-masing siswa yang telah menerima pertanyaan diminta membaca pertanyaan. Jika pertanyaan itu ingin diketahuinya maka ia harus memberikan tanda chek list (v).
- Pertanyaan-pertanyaan tadi baik yang dicentang maupun yang tidak dikembalikan kepada teman sipembuat pertanyaan.
- Para siswa yang pertanyaannya mendapat tanda centang diminta untuk membaca agar siswa yang lain mendengarkan (caranya dapat di urut dari depan atau terserah teknisnya)
- Berikan respon atau jawaban dari masing-masing pertanyaan atau beri kesempatan kepada siswa yang membuat pertanyaan itu untuk menjawab, begitu seterusnya sesuai dengan waktu jam pelajaran yang tersedia
- Kumpulkan semua pertanyaan yang dibuat siswa tadi, mungkin bisa dibahas pada pertemuan berikutnya atau dapat dipergunakan guru saat melakukan evaluasi atau uji kompetensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar